MENGENAL BENTUK KALIMAT ISTI'ARAH DAN MAJAZ MURSAL
MENGENAL BENTUK
KALIMAT ISTI’ARAH DAN MAJAZ MURSAL
Makalah
Disusun guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Qiroatul kutub
Dosen Pengampu: Hermanto, S.S.
Oleh:
Ria Efrilianti
NIM.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
OTTO ISKANDAR DINATA
SERPONG TANGERANG SELATAN
1437 H/2017
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Isti’arah dan Majaz Mursal................................................................ 3
2.2
Macam-macam Isti’arah....................................................................................... 3
2.3
Macam-macam Alaqah Majaz Mursal ................................................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 14
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur Alhamdulillah bahwasannya penulis telah dapat menyelesaikan
makalah Qiroatul Kutub. Dan tak lupa pula mengucapkan sholawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW, di mana beliau yang membawa perubahan yang begitu besar bagi
kehidupan ini. Walaupun tak sedikit hambatan yang kami hadapi, tiada daya dan
upaya kecuali dengan pertolongan Allah SWT.
Walaupun
demikian, sudah barang tentu makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
belum di katakan sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dan semua pihak yang penulis
harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa lebih baik
lagi.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Serpong, 28
Januari 2017
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dapat
dipergunakan untuk mencapai maksud itu adalah ilmu alat dan balaghoh, karena ilmu
balaghoh dan ilmu alat merupakan disiplin ilmu yang berlandaskan kepada
kejernihan jiwa dan ketelitian yang menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan
yang sama di antara macam-macam uslub (ungkapan). Balaghoh mendatangkan makna
yang agung dan jelas, dengan ungkapan yang benar dan fasih.
Ilmu bayan terdiri atas empat bahasan, yakni tasybih, hakikat
dan majaz, isti’aroh, dan kinayah. Sementara tasybih dan kinayah tidak penulis
bahas bersama dalam makalah ini. Makalah yang disusun ini, memaparkan majaz
mursal dan isti’aroh disajikan secara sistematis dan menggunakan bahasa yang
sederhana, guna memudahkan para pembaca memahaminya.
Tak ada satu katapun dalam bahasa, tidak memiliki makna. Dengan
ungkapan lain bahwa kata mengandung pesan. Terlebih apabila sudah dihubungkan
dengan kata lain sehingga menjadi sebuah kalimat. Kalimat adalah alat atau
media komunikasi antara penutur dan pihak lain.
Dalam balaghah di sebutkan bahwa:
“Ilmu Ma’ani adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah bahasa,
guna mengetahui seluk beluk kalam arab sehingga dapat diterapkan sesuai dengan
tuntutan kenyataan dan tujuan yang diinginkan.[1]
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa pertanyaan,
yaitu:
1. Apa pengertian dari isti’arah?
2. Bagaimana penjelasan dari macam-macam
isti’arah?
3. Apa pengertian dari majaz mursal?
4. Bagaimana penjelasan macam-macam alaqah
majaz mursal?
1.3.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah:
1.
Mengetahui
pengertian isti’arah.
2.
Mengetahui
macam-macam isti’arah berikut penjelasan dan contohnya.
3.
Mengetahui
pengertian majaz mursal.
4.
Mengetahui macam-macam alaqah majaz mursal
berikut penjelasan dan contohnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Isti’arah
Ali Al-Jarim dan Musthofa Amin dalam bukunya al-balaghah
al-wadihah mendefinisikan isti’arah sebagai berikut:
الإِسْتِعَارَةُ هِيَ مَجَازٌ
عَلَاقَتُهُ الْمُشَابَهَةُ دَائِمًا
“ Isti’arah adalah majaz yang
alaqohnya selalu musyabahah”.
Dengan demikian contoh majaz yang
sudah dipelajari terdahulu adalah isti’arah semua, karena alaqohnya musyabahah.
Sedangkan majaz yang alaqohnya ghair musyabahah disebut MAJAZ MURSAL (مَجَازْ مُرْسَلَ )
Ali
Al-Jarim dan Musthofa Amin dalam bukunya Al Balagah al Wadhihah mendifinisikan
majaz mursal sbb :
اَلْمَجَاز اْلمُرْسَلَ هُوَ مَجَازٌ عَلَاقَتُهُ غَيْرُ
مُشَابَحَةِ
Artinya : Majaz mursal adalah majaz yang alaqahnya
ghoir musyaabahah.
Majaz mursal ini akan dibahas pada bab tersendiri.
Guna memudahkan ingatan, berikut ini peta konsep Majaz Lughowi.
2.2.
Macam-macam Isti’arah
Isti’arah dibagi menjadi 8 :
1.
Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
memberikan definisi Tashrihiyyah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ التَّصْرِيْحِيَّةُ هِيَ مَاحُذِفَ
مِنْهُ الْمُشَبَّةُ
Artinya : Isti’arah yang musyabbahnya dibuang.
Contoh isti’arah : طَلَعَ الْبَدْرُ فِي بَرْنَامِجِنَا (Bulan purnama telah datang di acara kita).
Asal taysbih: اَلدَّاعِى كَالْبَدْرِ (Penceramah seperti bulan purnama).
Isti’arah ini disebut isti’arah
tashiriyah karena musyabbahnya dibuang/tidak disebut.
2.
Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
memberikan definisi Makniyyah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ
الْمَكْنِيَةُ هِيَ مَاحُذِفَ مِنْهُ الْمُشَبَّةُ بِهِ
Artinya : Isti’arah yang musyabbah bihnya dibuang.
Contoh Isti’arah : رَأَيْتُ رُؤُوْسًا قَدْ أَيْنَعَتْ ( Aku melihat kepala-kepala
telah matang).
Asal Tasybih: اَلرُّؤُوْسُ كَالْفَوَاكِهِ ( Kepala seperti buah-buahan)
Isti’arah ini disebut isti’arah makniyah
karena musyabbah bihnya dibuang/tidak disebut.
3.
Isti’arah selanjutnya adalah
isti’arah ashiliyyah, yaitu dilihat dari sudut pandang (jamid dan mustaq).
Maksudnya, apabila kata yang di anggap majazi yang ada di dalam kalimat
isti’ariyah itu berbentuk jamid, maka isti’arah tersebut dinamai isti’arah
asliyyah. Ali al Jarim da Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
memberikan definisi Ashliyyah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ الْأَصْلِيَّةُ
هِيَ مَاكَانَ اللَّفْظُ الْمُسْتَعْمَلُ فِيْهَا إِسْمًا جَامِدًا
Artinya : Isti’arah Asliyyah adalah isti’arah yang
menggunakan isim jamid.
Contoh : خَطَبَ الْأَسَدُ عَلَى الْمِنْبَرِ( singa
berpidato di atas mimbar).
Pada
pelajaran lalu bahwa isti’arah asalnya tasybih yang dibuang salah satu dua
tepinya. Dalam hal contoh di atas yang dibuang adalah musyabbah. Hal ini dapat
dilihat dalam tasybihnya.
خَطَبَ الْخَطِيْبُ كَالْأَسَدُ عَلَى
الْمِنْبَرِ (khotib seperti singa itu berpidato di atas mimbar)
الْخَطِيْبُ sebagai musyabbah tidak disebut
dalam contoh isti’arah di atas. Dengan demikian isti’arah ini disebut dengan
isti’arah tashiriyyah.
Selanjutnya, oleh karena kata
isti’arahnya menggunakan isim jamid yaitu الْأَسَدُ maka isti’arah ini disebut
isti’arah tashiriyyah ashliyyah.
Alasannya:
1.
Karena yang disebut musyabbah
bihnya.
2.
Karena menggunakan isim jamid.
4.
Isti’arah tabi’iyah yaitu apabila
kata yang dianggap majazi yang ada di dalam kalimat tashiriyah, berbentuk
mustaq atau fi’il. Ali al Jarim da
Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah memberikan definisi
Tabi’iyyah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ الْأَصْلِيَّةُ
هِيَ مَاكَانَ اللَّفْظُ الْمُسْتَعْمَلُ فِيْهَا مُشْتَقًا أَوْ فِعْلاً
Artinya : Isti’arah Tabi’iyyah adalah isti’arah yang
menggunakan isim musytaq atau fiil.
Contoh : تَبَسَّمَ الْبَرْقُ فِي السَّمَاءِ (kilat
tersenyum di langit).
Kata yang dianggap majazi pada
contoh no.2 di atas adalah تَبَسَّمَ asal tasybihnya adalah:
اللَّمْعُ كَالتَّبَسُّمِ (berkilau seperti tersenyum)
Dengan demikian dapat diketahui
bahwa isti’arah di atas adalah isti’arah tashiriyyah.
Selanjutnya, oleh karena kata
isti’arahnya menggunakan fi’il maka isti’arah ini disebut dengan isti’arah tab’iyyah.
Dengan demikian تَبَسَّمَ الْبَرْقُ فِي
السَّمَاءِ (kilat tersenyum di langit) adalah isti’arah tashiriyyah
tabiyyah, alasannya:
1.
Karena yang disebut musyabbah
bihnya.
2.
Karena menggunakan isim
musytaq/fi’il.
5.
Isti’arah selanjutnya yaitu di
lihat dari sudut pandang mulaim (kecenderungan). Maka atas dasar ada
atau tidak adanya mulaim atau kemana kecenderungan mulaim inilah,
maka isti’arah terbagi menjadi tiga macam yaitu, murasysyahah, mujarradah dan
muthlaqah. Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
mendefinisikan isti’arah Murasysyahah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ الْمُرَشَّحَةُ
هِيَ مَاذُكِرَ مَعَهَا مُلاَئِمُ الْمُشَبَّهُ بِهِ
Artinya : Isti’arah yang di dalamnya disebut mulaim
musyabbah bih.
Contoh : خَطَبَ الْأَسَدُ فِي الْغَابَةِ
Arti hakikatnya: singa
Yang dimaksud: khotib
Alaqah: sama-sama berani
Qarinah: خَطَبَ
Asal tasybihnya: فِي الْغَابَةِ خَطَبَ الْخَطِيْبُ
كَالْأَسَدُ
dengan demikian yang harus
dianalisis adalah kata atau kalimat yang terletak sesudah kalimat isti’arah
yang dinyatakan telah sempurna sebagai isti’arah. Dalam hal contoh di atas
adalah: فِي الْغَابَةِ
apakah فِي الْغَابَةِ cenderung kepada musyabbah bih
ataukah musyabbah. Jika ternyata kata فِي الْغَابَةِ cenderung kepada musyabbah yaitu الْخَطِيْبُ maka kata فِي
الْغَابَةِ disebut mulaim musyabbah. Namun
jika ternyata kata فِي
الْغَابَةِ
cenderung kepada musyabbah bih الْأَسَدُ maka kata فِي الْغَابَةِ disebut mulaim musyabbah bih.
Dalam hal contoh di atas ternyata
kata فِي الْغَابَةِ cenderung kepada musyabbah bih
yaitu الْأَسَدُ maka kata فِي الْغَابَةِ disebut mulaim musyabbah bih.
Isti’arah yang di dalamnya
disebut mulaim musyabbah bih disebut isti’arah murasysyahah.
Kesimpulan: خَطَبَ الْأَسَدُ فِي الْغَابَةِ
Adalah isti’arah murasysyahah.
6.
Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
mendefinisikan Isti’arah Mujarradah sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ الْمُجَرَّدَةُ هِيَ مَاذُكِرَ مَعَهَا مُلاَئِمُ
الْمُشَبَّهُ
Artinya : Isti’arah Mujarradah adalah isti’arah yang
di dalamnya disebut mulaim musyabbah.
Contoh : : خَطَبَ الْأَسَدُ عَلَى الْمِنْبَرِ( singa berpidato di atas
mimbar).
Arti hakikatnya: singa
Yang dimaksud: khotib
Alaqah: sama-sama berani
Qarinah: خَطَبَ
Asal tasybihnya: عَلَى الْمِنْبَرِ خَطَبَ الْخَطِيْبُ
كَالْأَسَدُ
dengan demikian yang harus
dianalisis adalah kata atau kalimat yang terletak sesudah kalimat isti’arah
yang dinyatakan telah sempurna sebagai isti’arah. Dalam hal contoh di atas
adalah: عَلَى
الْمِنْبَرِ
apakah عَلَى الْمِنْبَرِ cenderung kepada musyabbah bih
ataukah musyabbah. Jika ternyata kata عَلَى الْمِنْبَرِ cenderung kepada musyabbah yaitu الْخَطِيْبُ maka kata عَلَى
الْمِنْبَرِ disebut mulaim musyabbah. Namun
jika ternyata kata عَلَى
الْمِنْبَرِ cenderung kepada musyabbah bih الْأَسَدُ maka kata عَلَى الْمِنْبَرِ disebut mulaim musyabbah bih.
Dalam hal contoh di atas ternyata
kata عَلَى الْمِنْبَرِ cenderung kepada musyabbah bih
yaitu الْخَطِيْبُ maka kata عَلَى الْمِنْبَرِ disebut mulaim musyabbah bih.
Isti’arah yang di dalamnya
disebut mulaim musyabbah bih disebut isti’arah murasysyahah.
Kesimpulan: خَطَبَ الْأَسَدُ عَلَى الْمِنْبَرِ
Adalah isti’arah tashiriyyah
ashliyyah mujarrodah.
7.
Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
mendefinisikan Isti’arah Muthlaqoh sbb :
اَلْإِسْتِعَارَةُ الْمُطْلَقَةُ
هِيَ مَاخَلَتْ مِنْ مُلاَئِمَاتِ الْمُشَبَّهِ بِهِ اَوِ الْمُشَبَّهِ.
Artinya : Isti’arah Muthlaqoh adalah isti’arah yang
tidak disebut di dalamnya baik mulaim musyabbah maupun mulaim musyabbah bihnya.
Contoh : خَطَبَ الْأَسَدُ
Arti hakikatnya: singa
Yang dimaksud: khotib
Alaqah: sama-sama berani
Qarinah: خَطَبَ
Asal tasybihnya خَطَبَ الْخَطِيْبُ كَالْأَسَدِ
Dengan demikian yang harus
dianalisis adalah kata atau kalimat yang terletak sesudah kalimat isti’arah
yang dinyatakan telah sempurna sebagai isti’arah. Dalam hal contoh di atas
ternyata tidak dapat kata atau kalimat apapun yang dapat di analisis untuk
diketahui apakah cenderung kepada musyabbah atau cenderung kepada musyabbah
bih.
Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa contoh isti’arah di atas tidak memiliki mulaim. Baik mulaim musyabbah
atau mulaim musyabbah bih. Isti’arah yang tidak disebutkan di dalamnya baik
mulaim musyabbah atau mulaim musyabbah bih disebut isti’arah mutlaqah.
Kesimpulan: خَطَبَ الْأَسَدُ
Adalah isti’arah tashiriyyah
ashliyyah mutlaqoh
8.
Ali al Jarim dan Mushtafa Amin dalam bukunya al Balaghah al Wadhihah
mendefinisikan Isti’arah Tamtsiliyyah sbb :
الإِسْتِعَارَةُ التَّمْثِيْلِيَةِ هِيَ تَرْكِيْبُ أُسْتُعْمِلَ
فِي غَيْرِ مَا وُضِعَ لَهُ لِعَلاَقَةٍ مَعَ قَرِيْنَةٍ مَانِعَةٍ مِنْ إِرَادَةِ
الْمَعْنَى الْحَقِيْقِي
Artinya : Isti’arah Tamtsiliyyah adalah ungkapan /
kalimat / tarkib yang digunakan bukan pada tempatnya karena ada alaqoh serta
qorinah yang mencegah dari makna sebenarnya.
Contoh : إِنَّكَ لاَ تَجْنِيْ مِنَ الشَّوْكِ اَلْعِنَبَ(sesungguhnya engkau tidak akan
memetik anggur dari pohon duri yang engkau tanam).
Ungkapan “ إِنَّكَ لاَ تَجْنِيْ مِنَ الشَّوْكِ اَلْعِنَبَ ” sama
sekali tidak di tunjukkan kepada seseorang yang sedang menanam duri sementara
dia berharap dapat memetik atau menghasilkan anggur. Akan tetapi ungkapan itu
ditunjukkan kepada seseorang yang selalu berbuat keburukan, kemudian
mengharapkan balasan baik
إِنَّكَ لاَ
تَجْنِيْ مِنَ الشَّوْكِ اَلْعِنَبَ dari arti yang sebenarnya menjadi arti bukan sebenarnya.
Dan antara: kondisi obyektif
seseorang yang melakukan keburukan namun mengharap balasan kebaikan.
Dengan: ”sesungguhnya engkau
tidak akan memetik anggur dari pohon duri yang engkau tanam”.
2.3. Macam-macam
Alaqah Majaz Mursal
1. Sababiyah.
Sababiyah adalah alaqah majaz mursal yang menunjukkan
sebab. Maksudnya, jika kata majazi yang tertulis di dalam kalimat majaz itu
menunjukkan sebab, maka alaqah majaz mursal itu disebut Sababiyyah.
Contoh : لَهُ أَيَادٍ عَلَيَّ (dia banyak pemberiannya kepada ku).
Yang tertulis: أَيَادٍ (tangan)
Yang di maskud: pemberian
Antara أَيَادٍ dan pemberian memiliki hubungan (alaqah). Namun hubungan antara
dengan pemberian alaqahnya disebut ghair musyabbahah, oleh karena أَيَادٍ menunjukkan sebab atas adanya pemberian, maka disebut
sababiyah.
2.
Musababiyyah.
Musababiyyah
adalah salah satu alaqah majaz mursal. Musababiyyah artinya yang disebabkan
atau akibat. Maksud nya, jika kata majazi yang tertulis di dalam kalimat majaz
itu menunjukkan sesuatu yang disebabkan, maka alaqah majaz mursal itu disebut
musababiyyah.
Contoh : وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ رِزْقًا (Dia menurunkan rizki dari
langit).
Yang terulis: رِزْقًا (rizki)
Yang di maksud: ماء (air)
Antara رِزْقًا (rizki) dan ماء (air) memiliki hubungan
(alaqah). Namun hubungan antara رِزْقًا dan ماء tidak memiliki kesamaan.
Dengan demikian alaqahnya disebut ghair musyabbahah. Oleh karena رِزْقًا itu menunjukkan sesuatu yang
disebabkan ماء oleh, maka disebut musabbaiyah.
3.
Juziyyah.
Juziyyah artinya
sebagian. Maksudnya, jika kata majazi yang tertulis di dalam kalimat majaz itu
menunjukkan sebagian, maka alaqah majaz itu disebut juziyyah.
Contoh : وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّكِعِيْنَ (dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku).
Yang tertulis: وَارْكَعُوا (rukuklah)
Yang dimaksud: صَلُّوْا(salatlah)
Antara وَارْكَعُوا (rukuklah) dan صَلُّوْا (salatlah) memiliki hubungan alaqah. Namun
hubungan antara وَارْكَعُوا dan صَلُّوْا , tidak memiliki kesamaan.
Dengan demikian alaqahnya disebut ghair musyabbahah. Oleh karena وَارْكَعُوا menunjukkan bagian dari صَلُّوْا, maka disebut juziyyah
4.
Kulliyyah.
Kulliyyah
merupakan bagian dari alaqah-alaqah yang ada di dalam majaz mursal. Arti
kulliyyah itu sendiri adalah keseluruhan. Maksudnya, kata majazi yang tertulis
dalam kalimat majaz yang ada menunjukkan keseluruhan dari makna yang dimaksud.
Contoh : شَرِبْنَا مَاءُ الْبِئْرِ
Yang tertulis: مَاءُ الْبِئْرِ (air sumur)
Yang dimaksud: كُوْبًا مِنْهُ( segelas
air sumur )
Antara مَاءُ الْبِئْرِ (air sumur) dan كُوْبًا مِنْهُ (segelas air sumur) memiliki hubungan
(alaqah). Namun hubungan antara مَاءُ الْبِئْرِ dan كُوْبًا مِنْهُ tidak
memiliki kesamaan. Dengan demikian alaqahnya disebut ghair musyabbahah. Oleh
karena مَاءُ الْبِئْرِ menunjukkan keseluruhan dari كُوْبًا مِنْهُ maka
disebut kulliyah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Ali Al-Jarim dan
Musthofa Amin dalam bukunya al-balaghah al-wadihah mendefinisikan
isti’arah sebagai berikut:
الإِسْتِعَارَةُ هِيَ مَجَازٌ
عَلَاقَتُهُ الْمُشَابَهَةُ دَائِمًا
“ Isti’arah adalah majaz yang
alaqohnya selalu musyabahah”.
2.
Ada 8 macam
isti’arah:
1.
Tashiriyyah
2.
Makniyyah
3.
Ashliyyah
4.
Tab’iyyah
5.
Murasysyahah
6.
Mujarradah
7.
Muthlaqah
8.
Tamtsiliyyah
3. Ali Al-Jarim dan Musthofa Amin dalam bukunya Al Balagah al Wadhihah
mendifinisikan majaz mursal sbb :
اَلْمَجَاز اْلمُرْسَلَ هُوَ مَجَازٌ عَلَاقَتُهُ غَيْرُ
مُشَابَحَةِ
Artinya : Majaz mursal adalah majaz yang alaqahnya
ghoir musyaabahah.
DAFTAR PUSTAKA
Syatibi,
Ahmad. Balaghah I Ilmu Bayan Pengantar Memahami Bahasa Alqur’zn, (Jakarta:
Tarjamah Center, 2014).
Syatibi,
Ahmad . Balaghah
II Ilmu Maani Pengantar Memahami Makna Alquran, ( Jakarta: Tarjamah
Center, 2015 ).
[1] Ahmad Syatibi, Balaghah II Ilmu Maani Pengantar
Memahami Makna Alquran, ( Jakarta: Tarjamah Center, 2015 ), h. 2.
Makalah ini sangat membantu saya selaku pelajar...terima kasih
BalasHapus